TUGAS SOFTSKILL
NAMA
KELOMPOK :
ANDI
GUNAWAN (20208111)
ARDIANSYAH
(20208169)
BUSTANUL
MAULANA (21208530)
YASIR ARIS
NUGROHO (21208408)
UNIVERSITAS GUNADARMA
2011 / 2012
PERUBAHAN HARGA
(INFLASI)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bila ditinjau dalam jangka panjang, sejak
kemerdekaan, upaya Pemerintah Indonesiamenjaga kestabilan mata uang telah
menuju ke arah yang lebih baik. Prof. M. Sadli,2005, mengungkapkan bahwa
inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman PresidenSukarno, karena kebijakan
fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (kalau perluuang, cetak saja). Di
zaman Suharto pemerintah berusaha menekan inflasi akan tetapitidak bisa di
bawah 10% setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia
masih punya misi ganda, antara lain sebagai agent of development, yang
bisa mengucurkankredit likuiditas tanpa batas. Baru di zaman reformasi, mulai
di zaman Presiden Habibiemaka fungsi Bank Indonesia mengutamakan penjagaan
nilai rupiah. Tetapi karenasejarah dan karena inflationary expectations
masyarakat (yang bertolak ke belakang,artinya bercermin kepada sejarah) maka
³inflasi inti´ masih lebih besar daripada 5 persen setahun.Pada tahun
1990-an, Pemerintahan Soeharto juga sebenarnya telah mampu menjagatingkat
inflasi dengan rata-rata di bawah 10%. Hanya saja ketika memasuki masa
krisismoneter Indonesia dan Asia 1997 Inflasi kembali meningkat menjadi 11,10%
dankemudian melompat menjadi 77,63% pada tahun 1998, di mana saat itu nilai
tukar rupiah juga anjlok dari Rp 2.909,- per dolar AS (1997) menjadi Rp
10.014,- per dolar AS (1998). Setelah itu Pemerintahan Habibie melakukan
kebijakan moneter yang sangatketat dan menghasilkan tingkat inflasi yang
(paling) rendah yang pernah dicapai yaitusebesar 2,01% pada tahun 1999.Selanjutnya
pada tahun 2000 hingga 2006 Inflasi terus terjadi dengan nilai yangterbilang
tinggi, yaitu dengan rata-rata mencapai 10%. Inflasi tahun 2005 dengan
nilaisebesar 17,11% adalah inflasi tertinggi pasca krisis moneter Indonesia
(1997/1998),tekanan akan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM)
diperkirakan menjadifaktor utama tingginya inflasi tahun 2005. Tingginya harga
minyak di pasar internasional menyebakan Pemerintah berusaha untuk
menghapuskan subsidi BBM.
Hal tersebut sangat
mempengaruhi kondisi makro ekonomi Indonesia mengingat konsumsiBBM mencapai
47.4 % (tahun 2000) dari total konsumsi energi Indonesia.Inflasi bergerak
pada angka yang sangat mendekati yaitu 6,60% (2006) dan 6,59%(2007). Bila saja
inflasi yang terjadi pada tahun 2005 dapat diabaikan dengan alasan bahwa
BBM sebagai faktor utama yang mempengaruhi inflasi tahun 2005 berada
diluar kendali Pemerintah, maka tingkat inflasi dalam 2000-2006 tahun
terakhir dapatdikatakan cukup terkendali.Pemerintah (pasca reformasi)
sepertinya telah berusaha keras menjaga tingkat inflasi,namun berbagai tekanan
dari dalam dan luar negeri pasca reformasi (1997) masih sangattinggi
mempengaruhi pergerakan perekonomian Indonesia. Inflasi yang terjadi
diIndonesia masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat inflasi
Malaysia danThailand yang berkisar 2%, bahkan Singapura yang berada di bawah
1%. Bila sektor-sektor riil dalam negeri tidak dibangkitkan maka upaya di
sektor moneter menjagakestabilan makro ekonomi dalam jangka panjang hanya akan
menjadi hal yang sia-sia.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian inflasi?
2.
Apa saja jenis-jenis,
teori, biaya inflasi dan cara menghitung inflasi?
3.
Apa dampak inflasi dan
cara mencegah inflasi?.
4.
Bagaimana perkembangan
inflasi di Indonesia, serta penyebab dan pengendaliannya?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian inflasi.
2.
Mengetahui jenis-jenis,
teori, biaya, dan cara menghitung inflasi.
3.
Mengetahui dampak
inflasi dan cara mencegah inflasi.
4.
Mengetahui perkembangan
inflasi di Indonesia, serta penyebab dan pengendaliannya?
PEMBAHASAN.
Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan
terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut
inflasi, kecuali bilakenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan)
sebagian besar dariharga barang-barang lain, Boediono (1982: 155). Dalam
praktek, inflasi dapat diamatidengan mengamati gerak dari indek harga. Tetapi
di sini harus diperhitungkan ada tidaknya suppressed inflation
(inflasi yang ditutupi).Akibat inflasi secara umum adalah menurunnya
daya beli masyarakat karena secara rieltingkat pendapatannya juga menurun.
Jadi, misalkan besarnya inflasi pada tahun yang bersangkutan naik sebesar
5% sementara pendapatan tetap, maka itu berarti secara riel pendapatan
mengalami penurunan sebesar 5% yang akibatnya relatif akan menurunkandaya beli
sebesar 5% juga, Putong (2002: 254).
B. Rumus Menghitung Inflasi
Adapun rumus untuk menghitung inflasi adalah:
1.
In = IHKn+IHKn-1 X 100 %
IHKn-1
2.
In = DFn + DFn -1 X 100 %
DFn -1
In adalah inflasi, IHK n adalah harga konsumen tahun dasar (dalam hal
ini nilainya 100,IHK n-1 adalah indeks harga konsumen tahun
berikutnya. Df n adalah GNP atau PDB deflator tahun berikutnya,
Df n-1 adalah GNP atau PDB deflator tahun awal (sebelumnya).
C Jenis Inflasi
1.
Berdasarkan sifatnya.
Berdasarkan sifatnya inflasi dibagi menjadi 4 kategori utama,Putong (2002:
260), yaitu:
a)
Inflasi merayap/rendah
(creeping Inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurangdari 10% pertahun.
b)
Inflasi menengah
(galloping inflation) besarnya antara 10-30% pertahun.
c)
Inflasi berat (high
inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100% pertahun.
d)
Inflasi sangat tinggi
(hyper inflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknyaharga secara drastis
hingga mencapai 4 digit (di atas 100%).
2.
Berdasarkan sebabnya
inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
a.
Demand Pull Inflation.
Inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhanyang tinggi di satu
pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapaikesempatan kerja penuh
(full employment), akibatnya adalah sesuai denganhukum permintaan, bila
permintaan banyak sementara penawaran tetap, makaharga akan naik.
b.
Cost Push Inflation.
Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi
(naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan,nilai
kurs mata uang negara yang bersangkutan jatuh / menurun, kenaikan
harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat
buruh yang kuatdan sebagainya).
Akibat dari kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output,
tidak berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil) ada
perbedaan. Dalam kasusdemand inflation, biasanya ada kecenderungan untuk output
(GDP riil) menaik bersama-sama dengan kenaikan harga umum.
Sebaliknya dalam kasus cost inflation, biasanya kenaikan harga-harga
dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang(kelesuan usaha). Perbedaan
yang laindari kedua proses inflasi ini terletak padaurutan dari kenaikan harga.
Dalam demand inflation kenaikan harga barang akhir (output) mendahului
kenaikan barang-barang input dan harga-harga faktor produksi(upah dan
sebagainya). Sebaliknya, dalam cost inflation kita melihat kenaikan
harga barang-barang akhir (output) mengikuti kenaikan harga barang-barang
input/faktor produksi.Kedua macam inflasi ini jarang sekali dijumpai
dalam praktek dalam bentuk yangmurni. Pada umumnya, inflasi yang terjadi di
berbagai negara di dunia adalahkombinasi dari kedua macam inflasi tersebut, dan
seringkali keduanya salingmemperkuat satu sama lain, Boediono (1982: 157-158).
3.
Berdasarkan asalnya
inflasi dibagi menjadi 2, Putong (2002: 260), yaitu:
a.
Inflasi yang berasal
dari dalam negeri (domestic inflation) yang timbul karenaterjadinya defisit
dalam pembiayaan dan belanja negara yang terlihat padaanggaran belanja
negara.
b.
Inflasi yang berasal
dari luar negeri, karena negara-negara yang menjadi mitradagang suatu negara
mengalami inflasi yang tinggi, harga-harga barang dan jugaongkos produksi
relatif mahal, sehingga bila terpaksa negara lain harus mengimpor barang
tersebut maka harga jualnya di dalam negeri tentu saja bertambah mahal.
D. Teori Inflasi
Secara garis besar ada 3 (tiga) kelompok teori mengenai inflasi. Ketiga
teori itu adalah,Boediono (1982: 169-170):
1.
Teori Kuantitas
(persamaan pertukaran dari Irving Fisher: MV=PQ)Teori kuantitas adalah teori
yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini masihsangat berguna untuk
menerangkan proses inflasi di zaman modern ini, terutama dinegara-negara yang
sedang berkembang. Teori ini mengatakan bahwa penyebabutama dari inflasi
adalah:
a.
Pertambahan jumlah uang
yang beredar
b.
Psikologi (harapan)
masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations) dimasa mendatang.
Tambahan jumlah uang beredar sebesar x% bisa menumbuhkan inflasi kurang
darix%, sama dengan x% atau lebih besar dari x%, tergantung kepada apakah
masyarakattidak mengharapkan harga naik lagi, akan naik tetapi tidak lebih
buruk daripadasekarang atau masa-masa lampau, atau akan naik lebih cepat dari
sekarang, ataumasa-masa lampau.
Teori KeynesTeori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat
hidup di luar bataskemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana
perebutan rezeki antaragolongan-golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan
agregat yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia (yaitu,
apabila timbul inflationary gap).
Selama inflationary gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi
berkelanjutan. Teoriini menarik karena:
1.
Menyoroti peranan system
distribusi pendapatan dalam proses inflasi,
2.
Menyarankan hubungan
antara inflasi dan faktor-faktor non-ekonomis.
3.
Teori strukturalisTeori
strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman
dinegara-negara Amerika Latin. Teori ini memberikan tekanan pada
ketegaran(inflexibilities) dari struktur perekonomian negara-negara sedang
berkembang. Teoristrukturalis adalah teori inflasi jangka panjang. Disebut
teori inflasi jangka panjangkarena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor
structural dari perekonomian (yang,menurut definisi, faktor-faktor ini hanya
bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang). Menurut teori ini,
ada 2 (dua) ketegaran utama dalam perekonomiannegara-negara sedang
berkembang yang bisa menimbulkan inflasi.
a.
Ketegaran yang pertama
berupa ³ketidakelastisan´ dari penerimaan ekspor, yaitunilai ekspor yang tumbuh
secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Kelambanan ini
disebabkan karena :
1.
Harga di pasar dunia
dari barang-barang ekspor negara tersebut makin tidak menguntungkan
dibanding dengan harga barang-barang impor yang harusdibayar.
2.
Supply atau produksi
barang-barang ekspor yang tidak responsive terhadapkenaikan harga (supply
barang-barang ekspor yang tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan ekspor
ini berarti kelambanan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang
dibutuhkan untuk konsumsi maupun untuk investasi.Akibatnya, negara tersebut
terpaksa mengambil kebijaksanaan pembangunanyang menekankan pada penggalakan
produksi dalam negeri dari barang yangsebelumnya diimpor
(import substitution strategy).
b.
Ketegaran yang kedua
berkaitan dengan ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan
di dalam negeri.
E. Biaya Inflasi
Biaya Inflasi yang diharapkan muncul karena hal-hal sebagai berikut, Putong
(2002:262-263):
1.
Shoe leather cost (biaya
kulit sepatu) adalah istilah yang menyatakan bahwa bilainflasi sesuai dengan
harapan maka relatif penetapan suku bunga bank akan lebih besar dari
tingkat inflasi.
2.
Menu cost (biaya menu),
yaitu biaya yang muncul karena perusahaan harus seringmengubah harga dan itu
berarti harus mencetak dan mengedarkan katalog baru.
3.
Complaint and
opportunity loss cost (biaya komplain dan hilangnya kesempatan).Bila perusahaan
dengan sengaja tidak mau mengganti katalog baru, maka perusahaanakan mengalami
kerugian karena harga akan naik sementara perusahaan menjualdengan harga lama.
Bila tidak sengaja, maka perusahaan akan mendapat komplaindari pelanggan karena
harga tidak sesuai dengan catalog (khusus untuk Negara yangkonsumerismenya relative
sangat baik).
4.
Biaya perubahan
peraturan/undang-undang pajak.
5.
Biaya ketidaknyamanan
hidup.Biaya inflasi yang tidak diharapkan:
·
Redistribusi pendapatan
antara debitor dengan kreditor.
·
Penurunan nilai uang
pensiunan.
F Dampak Inflasi
1.
Bila harga barang secara
umum naik terus-menerus, maka masyarakat akan panik,sehingga perekonomian tidak
berjalan normal, karena di satu sisi ada masyarakatyang berlebihan uang
memborong barang, sementara yang kekurangan uang tidak bisa membeli
barang, akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauanyang
ditimbulkannya.
2.
Sebagai akibat dari
kepanikan tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna
membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush,akibatnya bank
kekurangan dana dan berdampak pada tutup atau bangkrut, ataurendahnya dana
investasi yang tersedia.
3.
Produsen cenderung
memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan
cara mempermainkan harga di pasaran, sehingga harga akan terusmenerus naik.
4.
Distribusi barang
relatif tidak adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada
daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yangmasyarakatnya
memiliki banyak uang.
5.
Bila inflasi
berkepanjangan, maka produsen banyak yang bangkrut karena produknyarelatif akan
semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu membeli.
6.
Jurang antara kemiskinan
dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentimen dan
kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan.
7.
Dampak positif dari
inflasi adalah bagi pengusaha barang-barang mewah (highend)yang mana barangnya
lebih laku pada saat harganya semakin tinggi (masalah prestise).
8.
Masyarakat akan semakin
selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan diusahakanseefisien mungkin dan
konsumtifisme dapat ditekan.
9.
Inflasi yang
berkepanjangan dapat menumbuhkan industri kecil dalam negeri menjadisemakin
dipercaya dan tangguh.
10.
Tingkat pengangguran
cenderung akan menurun karena masyarakat akan tergerak untuk melakukan
kegiatan produksi dengan cara mendirikan atau membuka usaha,Putong (2002:
263-264).
G Cara Mencegah dan Mengatasi Inflasi
Dengan menggunakan persamaan Irving Fisher MV=PQ, dapat dijelaskan bahwa
inflasitimbul karena MV naik lebih cepat daripada Q. Jadi untuk mencegah
inflasi variabel Matau V harus dikendalikan, lalu volume Q ditingkatkan. Untuk
mengatur M, V, dan Qdapat dilakukan dengan berbagi kebijakan Nopirin (2005:
34-35), yaitu:
1.
Kebijaksanaan
Moneter
·
Mengatur jumlah uang
yang beredar (M). Salah satu komponennya adalah uang giral. Uang giral dapat
terjadi dalam dua cara, yaitu seseorang memasukkan uangkas ke bank dalam bentuk
giro dan seseorang memperoleh pinjaman dari bank berbentuk giro, yang kedua ini
lebih inflatoir. Bank sentral juga dapat mengatur uang giral dengan
menaikkan cadangan minimum, sehingga uang beredar lebihkecil. Cara lain yaitu
menggunakan discount rate.
·
Memberlakukan politik
pasar terbuka (jual/beli surat berharga), dengan menjualsurat berharga, bank
sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar.
2.
Kebijakan FiskalDengan
cara pengurangan pengeluaran pemerintah serta menekan kenaikan pajak yang
dapat mengurangi penerimaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3.
Kebijakan yang Berkaitan
dengan OutputDengan menaikkan jumlah output misal dengan cara kebijaksanaan
penurunan beamasuk sehingga impor barang meningkat atau penaikan jumlah
produksi, bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan
harga.
4.
Kebijaksanaan Penetuan
Harga dan IndexingDengan penentuan ceiling harga, serta mendasarkan pada indeks
harga tertentu untuk gaji/upah (dengan demikian gaji/upah secara riil
tetap). Kalau indeks harga naik,maka gaji/upah juga naik, begitu pula kalau
harga turun.
5.
Sanering Sanering
berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan,reorganisasi.
Kebijakan sanering antara lain: Penurunan
nilai uang, Pembekuansebagian simpanan pada bank ± bank dengan
ketentuan bahwa simpanan yangdibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka
panjang oleh pemerintah.
6.
DevaluasiDevaluasi
adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang
luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan
intervensi agar nilaimata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi
lebih sering dikaitkan denganmenurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai
mata uang asing. Devaluasi jugamerujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan
nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing.
H. Perkembangan Inflasi di Indonesia
Seperti halnya yang terjadi pada negara-negara berkembang pada umumnya,
fenomenainflasi di Indonesia masih menjadi satu dari berbagai penyakit ekonomi
makro yangmeresahkan pemerintah terlebih bagi masyarakat. Memang, menjelang
akhir pemerintahan Orde Baru (sebelum krisis moneter) angka inflasi
tahunan dapat ditekansampai pada single digit , tetapi secara
umum masih mengandung kerawanan jika dilihatdari seberapa besar prosentase
kelompok masyarakat golongan miskin yang menderitaakibat inflasi. Lebih-lebih
setelah semakin berlanjutnya krisis moneter yang kemudiandiikuti oleh krisis
ekonomi, yang menjadi salah satu dari penyebab jatuhnya pemerintahan Orde
Baru, angka inflasi cenderung meningkat pesat (mencapai lebih dari75 % pada
tahun 1998), dan diperparah dengan semakin besarnya presentase
golonganmasyarakat miskin.Sehingga bisa dikatakan, bahwa meskipun angka inflasi
di Indonesia termasuk dalamkatagori tinggi, tetapi dengan meninjau presentase
golongan masyarakat ekonomi bawahyang menderita akibat inflasi cukup besar,
maka sebenarnya dapat dikatakan bahwainflasi di Indonesia telah masuk dalam
stadium awal dari
hyperinflation.
I.
Sumber-sumber
Inflasi di Indonesia
Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa faktor utama yang menjadi
penyebabtimbulnya inflasi di Indonesia, yaitu:
1.
Jumlah uang
beredar Menurut sudut pandang kaum moneteris jumlah uang beredar adalah
factor utama penyebab timbulnya inflasi di Indonesia. Sejak tahun 1976
presentase uang kartalyang beredar (48,7%) lebih kecil dari pada presentase
jumlah uang giral yang beredar (51,3%). Sehingga, mengindikasikan bahwa
telah terjadi proses modernisasi di sektor moneter Indonesia. Juga,
mengindikasikan bahwa semakin sulitnya proses pengendalian jumlah uang
beredar di Indonesia, dan semakin meluasnya monetisasidalam kegiatan
perekonomian subsistence, akibatnya memberikan kecenderunganmeningkatnya
laju inflasi. Menurut data yang dihimpun dalam Laporan Bank Dunia,
menunjukan laju pertumbuhan rata-rata jumlah uang beredar di Indonesia
pada periode tahun 1980-1992 relatif tinggi jika dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya. Dan,tingkat inflasi Indonesia juga relatif tinggi
dibandingkan dengan negara-negaraASEAN lainnya (kecuali Filipina). Kenaikkan
jumlah uang beredar di Indonesia padatahun 1970-an sampai awal tahun 1980-an
lebih disebabkan oleh pertumbuhan kreditlikuiditas dan defisit anggaran belanja
pemerintah. Pertumbuhan ini dapat merupakanefek langsung dari kebijaksanaan
Bank Indonesia dalam sector keuangan (terutamadalam hal penurunan reserve
requirement
2.
Defisit Anggaran Belanja
PemerintahSeperti halnya yang umum terjadi pada negara berkembang, anggaran
belanja pemerintah Indonesia pun sebenarnya mengalami defisit, meskipun
Indonesiamenganut prinsip anggaran berimbang. Defisitnya anggaran belanja ini
banyak kalidisebabkan oleh hal-hal yang menyangkut ketegaran struktural ekonomi
Indonesia,yang acapkali menimbulkan kesenjangan antara kemauan dan kemampuan
untuk membangun.Selama pemerintahan Orde Lama defisit anggaran belanja
dibiayai dari dalam negeridengan pencetakan uang baru, mengingat orientasi
kebijaksanaan pembangunanekonomi yang inward looking policy, sehingga
menyebabkan tekanan inflasi yanghebat. Tetapi sejak era Orde Baru, deficit
anggaran belanja ini ditutup dengan pinjaman luar negeri yang relatif aman
terhadap inflasi.Dalam era pemerintahan Orde Baru, kebutuhan terhadap percepatan
pertumbuhanekonomi sejak Pembangunan Jangka Panjang I, menyebabkan kebutuhan
dana untuk melakukan pembangunan sangat besar. Dengan mengingat bahwa
potensimemobilisasi dana pembangunan dari masyarakat (baik dari sektor
tabunganmasyarakat maupun pendapatan pajak) di dalam negeri pada saat itu yang
sangatterbatas (belum berkembang), juga kemampuan sector swasta yang terbatas
dalammelakukan pembangunan, menyebabkan pemerintah harus berperan sebagai
motor pembangunan. Hal ini menyebabkan pengeluaran APBN menjadi
lebih besar daripada penerimaan rutin. Artinya, peran pengeluaran
pemerintah dalam investasitidak dapat diimbangi dengan penerimaan, sehingga
menimbulkan kesenjangan antara pengeluaran dan penerimaan negara, atau
dapat dikatakan telah terjadi defisitstruktural dalam keuangan negara. Pada
saat terjadinya oil booming , era tahun 1970-an, pendapatan
pemerintah di sektor migas meningkat pesat, sehingga jumlah uang primer
pun semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kemampuan pemerintah
untuk berekspansi investasi di dalam negeri semakin meningkat.
Dengan kondisi tingkat pertumbuhan produksi domestik yang relatif lebih
lambat, akibat kapasitas produksinasional yang masih berada dalam keadaan under-employment ,
peningkatan permintaan (investasi) pemerintah menyebabkan terjadi
realokasi sumberdaya darimasyarakat ke pemerintah, seperti yang terkonsep dalam
analisis Keynes tentanginflasi. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
tekanan inflasi.Tetapi, sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi
non migas, sejalandengan merosotnya harga minyak bumi di pasar ekspor (sejak
tahun 1982),menyebabkan kemampuan pemerintah untuk membiayai pembangunan
nasionalsemakin berkurang pula, sehingga pemerintah tidak dapat lagi
mempertahankan posisinya sebagai penggerak (motor) pembangunan. Dengan
kondisi seperti ini,menyebabkan secara bertahap peran sebagai penggerak utama
pembangunan nasional beralih ke pihak swasta nasional, dengan demikian
sumber tekanan inflasi pun beralihdari pemerintah beralih ke non pemerintah
(swasta).Tekanan inflasi pada periode ini lebih disebabkan oleh meningkatnya
tingkatagresifitas sektor swasta dalam melakukan ekspansi usaha, yang didukung
oleh perkembangan sektor perbankan yang semakin ekspansif pula. Dengan
kondisisumberdaya modal domestik yang masih saja relatif terbatas, maka
pinjaman luar negeri yang sifatnya non komersial maupun komersial pun
semakin meningkat.Akibatnya, tetap saja terjadi defisit anggaran belanja negara
dan neraca pembayaran,salah satu sebabnya karena pemerintah tetap saja harus
menyediakan infrastruktur dan suprastruktur pembangunan ekonomi yang
kebutuhannya semakin meningkat.Peran pemerintah ini dapat dimaklumi karena
kemampuan swasta nasional dalam pembangunan
infrastruktur ekonomi masih sangat terbatas.
3.
Faktor-faktor dalam
Penawaran Agregat dan Luar Negeri Kelambanan penyesuaian dari faktor-faktor
penawaran agregat terhadap peningkatan permintaan agregat ini lebih banyak
disebabkan oleh adanya hambatan-hambatanstruktural ( structural
bottleneck) yang ada di Indonesia. Harga bahan panganmerupakan salah satu
penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Halini antara lain
disebabkan oleh ketegaran structural yang terjadi di sektor pertaniansehingga
menyebabkan inelastisnya penawaran bahan pangan. Ketergantungan perekonomian
Indonesia yang besar terhadap sector pertanian, yang tercermin
oleh peranan nilai tambahnya yang relatif besar dan daya serap tenaga
kerjanya yangsedemikian tinggi serta beban penduduk yang cukup tinggi,
mengakibatkan harga bahan pangan meningkat pesat. Umumnya, laju penawaran
bahan pangan tidak dapatmengimbangi laju permintaannya, sehingga sering terjadi
excess demand yangselanjutnya dapat memunculkan inflationary
gap .Timbulnya excess demand ini disebabkan oleh percepatan
pertambahan penduduk yang membutuhkan bahan pangan tidak dapat diimbangi
dengan pertambahan output pertanian, khususnya pangan. Di sisi lain,
kelambanan produksi bahan pangandisebabkan oleh berbagai hal, diantaranya
adalah tingkat modernisasi teknologi danmetode pertanian yang kurang maksimal;
adanya faktor-faktor eksternal dalam pertanian seperti, perubahan iklim
dan bencana alam; perpindahan tenaga kerja pertanian ke sektor non
pertanian akibat industrialisasi; juga semakin sempitnya luaslahan yang
digunakan untuk pertanian, yang disebabkan semakin banyaknya
lahan pertanian yang beralih fungsi sebagai lokasi perumahan; industri;
dan pengembangankota.Menurut hasil
study empiris yang dilakukan oleh Sri Mulyani Indrawati (1996),adalah: Pertama,
imported inflation ini terjadi akibat tingginya derajat ketergantungan
sektor riil di Indonesia terhadap barang-barang impor, baik capital
goods;intermediated good; maupun row material . Transmisi imported
inflation di Indonesiaini terjadi melalui dua hal, yaitu depresiasi rupiah
terhadap mata uang asing dan perubahan harga barang impor di negara
asalnya. Bila suatu ketika terjadi depresiasirupiah yang cukup tajam terhadap
mata uang asing, maka akan menyebabkan bertambah beratnya beban biaya yang
harus ditanggung oleh produsen, baik itu untukpembayaran bahan baku dan barang
perantara ataupun beban hutang luar negeriakibat ekspansi usaha yang telah
dilakukan. Hal ini menyebabkan harga jual output didalam negeri (khususnya
untuk industri subtitusi impor) akan meningkat tajam,sehingga potensial
meningkatkan derajat inflasi di dalam negeri. Tetapi, untuk industri yang
bersifat promosi ekspor, depresiasi tersebut
tidak akan membawadampak buruk yang signifikan.Berkaitan dengan
posisi hutang luar negeri Indonesia, pada periode tahun 1990- an,telah
membengkak dengan tingkat debt service ratio yang semakin tinggi, yaitu
lebihdari 40 %, dan presentase tingkat hutang yang bersifat komersial telah
melampauihutang non komersial. Menyebabkan, timbulnya hal yang sangat
membahayakanketahanan ekonomi nasional, terutama pada sektor finansial, apabila
terjadi fluktuasi(memburuknya) nilai tukar (kurs), disamping dapat
mengakibatkan tekanan inflasiyang berat, khususnya imported inflation .Kedua,
administrated goods adalah barang-barang yang harganya diatur danditetapkan
oleh pemerintah. Meskipun pengaruhnya secara langsung sangat kecildalam
mempengaruhi tingkat inflasi, tetapi secara situasional dan tidak
langsung pengaruhnya dapat menjadi signifikan. Contoh, apabila terjadi
kenaikan BBM, maka bukan saja harga BBM yang naik, harga barang atau tarif
jasa yang terkait denganBBM juga akan ikut dinaikan oleh masyarakat. Akibatnya,
dapat memperberattekanan inflasi.Ketiga, output gap adalah perbedaan
antara actual output (output yang diproduksi)dengan potential
output (output yang seharusnya dapat diproduksi dalam keadaan full employment ).
Adanya kesenjangan (gap) ini terjadi karena faktor-faktor produksiyang
dipakai dalam proses produksi belum maksimal dan atau efisien.Keempat, interest
rate juga merupakan faktor penting yang menyumbang angkainflasi di
Indonesia. Memang pada awalnya merupakan hal yang cukupmembingungkan dalam
menentukan manakah yang menjadi independent variable atau dependent, antara inflasi dan
suku bunga. Tetapi, bila ditilik dari sisi biaya produksi dan investasi
(sisi penawaran), maka jelaslah bahwa suku bunga dapatdikatagorikan dalam
komponen biaya-biaya tersebut. Dengan relatif tingginya tingkat suku bunga
perbankan di Indonesia, menyebabkan biaya produksi dan investasi diIndonesia,
yang dibiayai melalui kredit perbankan, akan tinggi juga. Jadi, apabilatingkat
suku bunga meningkat, maka biaya produksi akan meningkat, selanjutnyaakan
meningkatkan pula harga output di pasar, akibatnya terjadi tekanan
inflasi.Akhirnya, relasi antara tingkat suku bunga dan inflasi ini bisa menjadi
interest rate- price spiral.
J Pengendalian Inflasi di Indonesia
Inflasi di Indonesia relatif lebih banyak disebabkan oleh hal-hal yang
bersifat strukturalekonomi bila dibandingkan dengan hal-hal yang bersifat monetary
policies . Sehingga bisa dikatakan, bahwa pengaruh dari cosh
push inflation lebih besar dari pada demand pull
inflation. Memang dalam periode tahun-tahun tertentu, misalnya pada saat
terjadinya oil booming , tekanan inflasi di Indonesia disebabkan
meningkatnya jumlah uang beredar. Tetapi haltersebut tidak dapat mengabaikan
adanya pengaruh yang bersifat struktural ekonomi,sebab pada periode tersebut,
masih terjadi kesenjangan antara penawaran agregat dengan permintaan
agregat, contohnya di sub sector pertanian, yang dapat meningkatkan derajatinflasi.Pada umumnya pemerintah Indonesia
lebih banyak menggunakan pendekatan moneter dalam upaya mengendalikan
tingkat harga umum. Pemerintah Indonesia lebih senangmenggunakan instrumen
moneter sebagai alat untuk meredam inflasi, misalnya dengan
open market mechanism atau reserve
requirement. Tetapi perlu diingat, bahwa pendekatan moneter lebih
banyak dipakai untuk mengatasi inflasi dalam jangka pendek,dan sangat baik
diterapkan peda negara-negara yang telah maju perekonomiannya, bukan pada
negara berkembang yang masih memiliki structural bottleneck. Jadi,
apabila pendekatan moneter ini dipakai sebagai alat utama dalam
mengendalikan inflasi dinegara berkembang, maka tidak akan dapat menyelesaikan
problem inflasi di negara berkembang yang umumnya berkarakteristik jangka
panjang.Seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada saat krisis moneter yang
selanjutnyamenjadi krisis ekonomi, inflasi di Indonesia dipicu oleh kenaikan
harga komoditi impor (imported inflation) dan membengkaknya hutang
luar negeri akibat dari terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika dan mata uang asing lainnya. Akibatnya,untuk mengendalikan tekanan
inflasi, maka terlebih dahulu harus dilakukan penstabilannilai tukar rupiah terhadap
valuta asing, khususnya dolar Amerika.Dalam menstabilkan nilai kurs,
pemerintah Indonesia cenderung lebih banyak memainkan instrumen moneter
melalui otoritas moneter dengan tight
money policy yang diharapkan selain dapat
menarik minat para pemegang valuta asing untuk menginvestasikan modalnya
ke Indonesia melalui deposito, juga dapat menstabilkantingkat harga umum Tight
money policy yang dilakukan dengan cara
menaikkan tingkatsuku bunga SBI (melalui open
market mechanism) sangat tinggi, pada satu
sisi akanefektif untuk mengurangi money suplly, tetapi di sisi lain akan
meningkatkan suku bungakredit untuk sektor riil. Akibatnya, akan menyebabkan
timbulnya cost push inflation karena adanya interest
rate-price spiral . Apabila tingkat
suku bunga (deposito) perbankan sudah terlalu tinggi, sehingga dana
produktif (dana untuk berproduksi atau berusaha) yang ada di masyarakat
ikut terserap ke perbankan, maka akan dapatmenyebabkan timbulnya stagnasi atau
bahkan penurunan output produksi nasional(disebut dengan Cavallo
effect ). Lebih lagi bila sampai
terjadi negatif spread pada dunia perbankan nasional, maka bukan saja
menimbulkan kerusakan pada sektor riil, tetapi juga kerusakan pada
industri perbankan nasional (sektor moneter). Jika kebijaksanaanini terus dilakukan
oleh pemerintah dalam jangka waktu menengah atau panjang, makaakan terjadi
depresi ekonomi, akibatnya struktur perekonomian nasional akan rusak.Jika
demikian halnya, maka sebaiknya kebijaksanaan pengendalian inflasi bukan
hanyadilakukan melalui konsep kaum moneterist
saja, tetapi juga dengan memperhatikan
cara pandang kaum structuralist , yang lebih memandang perlunya mengatasi hambatan-hambatan
struktural yang ada.Dengan berpedoman pada berbagai hambatan dalam pembangunan
perekonomianIndonesia yang telah disebutkan di atas, maka perlu berbagai upaya
pembenahan, yaitu :
1.
Meningkatkan Supply Bahan
PanganMeningkatkan supply bahan pangan dapat dilakukan dengan
lebih memberikan perhatian pada pembangunan di sektor pertanian, khususnya
sub sektor pertanian pangan. Modernisasi teknologi dan metode pengolahan
lahan, serta penambahan luas lahan pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan
laju produksi bahan pangan agar tercipta swasembada pangan.
2.
Mengurangi Defisit
APBNMungkin dalam masa krisis ekonomi mengurangi defisit APBN tidak
dapatdilaksanakan, tetapi dalam jangka panjang (setelah krisis berlalu) perlu
dilakukan.Untuk mengurangi defisit anggaran belanja, pemerintah harus dapat
meningkatkan penerimaan rutinnya, terutama dari sektor pajak dengan benar
dan tepat karena hal ini juga dapat menekan excess demand .
Dengan semakin naiknya penerimaan dalamnegeri, diharapkan pemerintah dapat
mengurangi ketergantungannya terhadap pinjaman dana dari luar negeri.
Dengan demikian anggaran belanja pemerintahnantinya akan lebih
mencerminkan sifat yang relative independent
3.
Meningkatkan Cadangan
DevisaPertama, perlu memperbaiki posisi neraca perdagangan luar negeri (current
account ),terutama pada perdagangan jasa, agar tidak terus menerus
defisit. Dengan demikiandiharapkan cadangan devisa nasional akan dapat
ditingkatkan. Juga, diusahakanuntuk meningkatkan kinerja ekspor, sehingga net
export harus semakin meningkat.Kedua, diusahakan agar dapat mengurangi
ketergantungan industri domestic terhadap barang-barang luar negeri,
misalnya dengan lebih banyak memfokuskan pembangunan pada industri hulu
yang mengolah sumberdaya alam yang tersedia didalam negeri untuk dipakai
sebagai bahan baku bagi industri hilir. Selain itu juga perlu dikembangkan
industri yang mampu memproduksi barang-barang modal untuk industri di
dalam negeri.Ketiga, mengubah sifat industri dari yang bersifat substitusi
impor kepada yang lebih bersifat promosi ekspor, agar terjadi efisiensi di
sektor harga dan meningkatkan net export .Keempat, membangun
industri yang mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggidan memiliki kandungan
komponen lokal yang relatif tinggi pula.
4.
Memperbaiki dan
Meningkatkan Kemampuan Sisi Penawaran AgregatPertama, mengurangi kesenjangan
output (output gap) dengan cara meningkatkankualitas sumberdaya pekerja,
modernisasi teknologi produksi, serta pembangunan industri manufaktur nasional
agar kinerjanya meningkat. Kedua, memperlancar jalur distribusi barang
nasional, supaya tidak terjadi kesenjangan penawaran dan permintaan di
tingkat regional (daerah). Ketiga, menstabilkan tingkat suku bunga
danmenyehatkan perbankan nasional, tujuannya untuk mendukung laju
prosesindustrialisasi nasional. Keempat, menciptakan kondisi yang sehat
dalam perekonomian agar market mechanism dapat berjalan dengan
benar, dan mengurangiatau bahkan menghilangkan segala bentuk faktor yang dapat
menyebabkan distorsi pasar. Kelima, melakukan program deregulasi dan
debirokrasi di sektor riil karenaacapkali birokrasi yang berbelit dapat
menyebabkan high cost economy.
A.
Kesimpulan
Inflasi adalah
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terusmenerus.
Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali
bilakenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian
besar dari harga barang-barang lain.
Inflasi digolongkan
menurut beberapa cara, dapat menurut laju inflasi (ringan, sedang, berat,
hiper inflasi), sebab awalnya (demand atau cost inflation), asalnya (domestic
atauimported inflation).
Ada 3 teori utama mengenai
inflasi. Teori Kuantitas menekankan bahwa penyebab utamainflasi adalah
pertambanahn jumlah uang beredar dan psikologi masyarakat mengenaikenaikan
harga di masa mendatang. Teori Keynes: inflasi terjadi karenan masyarakat
hidupdiluar batas kemampuan sekonomisnya.. Teori strukturalis: sebab inflasi
adalah darikekakuan struktur ekonomi.
Biaya Inflasi. Biaya
Inflasi yang diharapkan muncul adalah: Shoe leather cost, Menu cost,Complaint
and opportunity loss cost, Biaya perubahan peraturan/undang-undang pajak,
danBiaya ketidaknyamanan hidup. Biaya inflasi yang tidak diharapkan:
Redistribusi pendapatan antara debitor dengan kreditor dan Penurunan nilai
uang pensiunan.Dampak inflasi antara lain engara rentan
timbul kekacauan, masyarakat menarik tabungan, bank kekurangan dana
dam bangkrut, harga semakin naik, distribusi barang tidak adil, produsen
bangkrut, dampak positifnya adalah masyarakats emakinselektif memilih
barang,menumbuhkan industri kecil, dan pengangguran berkurang karena banyak
wirausahawan.Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi inflasi
adalah yang berkaitandengan Kebijaksanaan Moneter, Kebijakan Fiskal, Kebijakan
yang Berkaitan denganOutput, Kebijaksanaan Penetuan Harga dan Indexing,
Sanering, dan Devaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Adwin. 1999.INFLASI DI INDONESIA:
SUMBER-SUMBER PENYEBAB DAN
PENGENDALIANNYA, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999,Jurusan Akuntansi, Fakultas
Ekonomi,Universitas Kristen Petra.
Bank Indonesia. 2010. Data
Inflasi, (Online), (diakses dari (http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Data+Inflasi/, pada 11 November 2010)
.
Boediono. 1982.Seri Sinopsis
Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2 Ekonomi Makro Edisi 4 .Yogyakarta: BPFE.
Nopirin. 2000. Ekonomi Makro, Buku
2, Edisi 1. Yogyakarta: BPFE.
Putong, Iskandar. 2002. Ekonomi Mikro
& Makro, J ilid 2. Jakarta: Ghalia Indonesia.Soleh,
Muhammad. 2008.
Perkembangan Moneter
( Inflasi) Indonesia , (Online), (diakses dari http://muhammadsoleh.blogspot.com/2008/02/perkembangan-moneter-inflasi
indonesia.html, pada 27 September
2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar